Eramuslim - Al Qur’an menunjukkan bahwa pada diri manusia ada potensi berbuat baik dan berbuat jahat sekaligus (QS. Asy Syams:7-8). Bahkan dibanyak ayat Al Qur’an disebutkan potensi-potensi negatif didalam diri manusia, seperti lemah (QS. An Nisa:28), tergesa-gesa (QS. Al Anbiya:37), selalu berkeluh kesah (QS. Al Ma’arij:19) dan sebagainya, disamping disebutkan juga bahwa manusia diciptakan dengan bentuk yang paling baik.
Oleh karena itu, orang tua sebagai pendidik utama anak-anak, dituntut untuk membangkitkan potensi-potensi baik yang ada pada diri mereka, dan mengurangi potensinya yang jelek. Sebab, jika bukan orang tua yang pertama kali memberikan pendidikan secara tepat dan benar kepada anak-anak. Maka jangan salahkan mereka jika kemudian lingkungan membentuknya menjadi orang yang asing yang tidak kita cita-citakan.
Pada awal abad 20, Maria Montessori, dokter wanita pertama asal Italia mengatakan, bahwa tahun-tahun antara kelahiran dan usia 6 tahun adalah sangat penting. Menurutnya, menciptakan lingkungan yang tepat, pada "periode sensitif" yang kritis pada awal pertumbuhan, akan membuat anak-anak "melejit" menjadi pelajar yang mandiri.
Salah satu fungsi keluarga menurut J.R Eshleman adalah fungsi edukatif, yakni memberikan pendidikan kepada anak-anak. Bahkan Dorothy Law Notle, seorang pendidik asal Inggris menggambarkan suatu analisa hubungan kausalitas antara perlakuan (pendidikan) orang tua dengan karakter yang akan terbentuk pada diri anak-anak dalam proses pembelajaran, yang terangkum dalam buku Revolusi cara belajar; Keajaiban pikiran karya Gordon Dryden dan Dr. Jeanette Vos.
Berikut kutipan tulisan Notle tersebut:
Anak Belajar Dari Kehidupannya
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah
Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian
Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan
Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran.